Rabu, 30 November 2011

Ayat-ayat Tauhid




Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

﴿وَهُوَ اللهُ فِى السَّمَاوَاتِ وَفِى الأَرْضِ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ﴾

“Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” (QS. Al-An’am: 3)

﴿وَهُوَ الَّذِي فِى السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِى الأَرْضِ إِلَهٌ﴾

“Dan Dia-lah yang di langit Rabb dan di bumi Rabb.” (QS. Az-Zukhruf: 84)

﴿ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ﴾

“Kemudian Dia naik ke langit.” (QS. Al-Baqarah: 29)

Manusia dilahirkan dalam fitrah islam ( tauhid ). Siapa orangtua yang mendidiknya berpengaruh besar ke mana pedoman hidupnya. Namun bila kita coba tanyakan kepada anak-anak " Dimana Tuhan ( Allah ) berada ?" sering kita dapatkan jawaban, di atas langit... terkadang sambil menunjukan jari tangannya ke atas langit.

Peristiwa tadi mirip bagaimana Nabi Ibrahim 'Alaihi Salam mencari tuhan yang hakiki dengan memandangi langit sebaimana yang tercerita pada firman Allah berikut ini

surat al-An’am [6]: 75-79

وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ(75)فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ(76)فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ(77)فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ(78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ(79)

Artinya: “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin (75). Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam" (76). Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat" (77). Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (78). Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (79).”

Sehingga dalam rangkaian pencarian Tuhan Nabi Ibrahim meyakini benda-benda yang dahsyat di langit itu bukanlah tuhan melainkan Ciptaan Tuhan yang menjadi tanda-tanda keangungan Allah di langit dan bumi.

Sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkemah dengan membawa bekal makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil membiarkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit, dan diizinkanlah ia tinggal di rumah, apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut serta.

“Inilah kesempatan yang kunantikan,” ujar Nabi Ibrahim dalam hati. Kota sudah kosong ditinggalkan penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar apapun, kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya, ia pergi menuju tempat peribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci, dan hanya deretan patung-patung yang terlihat di serambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada sembahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung, berkata Nabi Ibrahim, mengejek: “Hai berhala, mengapa kau tidak makan makanan yang lezat yang disaljikan untukmuini? Jawablah aku!”

Tentu saja tak ada jawaban. Patung itu hanya menatap kosong. Kemudian mulailah Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung itu dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu sedikitpun. Sebelum pergi, Nabi Ibrahim mengalungkan kapaknya pada leher berhala paling besar itu. Nabi Ibrahim memandangi lagi bongkahan patung-patung yang berserakan. Ia menghela nafas. Konon, pada awalnya, patung-patung itu dibangun atas nama budaya, seni, dan penghormatan pada orang-orang baik yang ada di daerah mereka. Kenyataannya, setelah banyak generasi hilang, kini patung itu menjadi sesembahan secara simbolis.

Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung mereka hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada heran dan takjub, “Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan sesembahan kita ini?”

Yang lain menjawab, “Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek kita yang bernama Ibrahim. Dialah yang melakukan perbuatan yang berani ini.”

Seorang yang lain menambah, “Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kita semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu.”

Selidik punya selidik, akhirnya terdapat kepastian bahwa Ibrahimlah yang merusak dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawaban dalam suatu pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.

Dan memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa.

Hari pengadilan ditentukan dan datanglah rakyat dari segala pelosok berduyun-duyun mengujungi lapangan terbuka yang sudah disiapkan.

Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan sesembahan mereka.

Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh para hakim, “Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?”

Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab, “Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya!”

Para hakim penanya terdiam sejenak seraya melihat yang satu kepada yang lainnya dan berbisik-bisik, mereka sadar bahwa Ibrahim sedang mengejek mereka. Kemudian berkatalah si hakim, “Engkau tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat berkata, mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?”

Berkata Nabi Ibrahim kepada para hakim itu, “Jika demikian halnya, mengapa kalian sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kalian dengan kepercayaan dan persembahan kalian itu! Tidakkah kalia bisa berpikir dengan akal yang sehat bahwa sesembahan kalian ini adalah perbuatan yang keliru. Mengapa kalian tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kalian, menciptakan alam sekitar dan menguasai kalian di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kalian dengan sesembahan kalian itu.”
Semua yang hadir terdiam. Lama sekali. Mereka kembali berpandangan. Sebuah kenyataan yang menyesakkan dada, namun harus mereka akui kebenarannya

“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)

QS. (19) Maryam : 92-93. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba.]

[QS. (6): Al AN'am : 101. Dia-lah Sang Pencipta langit dan bumi. Bagaimana mungkin Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia-lah Yang menciptakan segala sesuatu; dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.]

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik…” (Luqman: 15)

QS Al Ahqaf (46) : 13 . Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada ( pula ) berduka cita.

QS Fussilat (41) : 30 . Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu"


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).” (Al-Maidah: 57)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (Al-Maidah: 51)
Mohon Share Ke Akun Social Media Anda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar